Larangan Memiliki Kewarganegaraan Ganda Di Indonesia
Dwi kewarganegaraan, atau yang sering disebut dengan kewarganegaraan ganda, merupakan status hukum ketika seseorang diakui sebagai warga negara oleh dua negara atau lebih secara bersamaan. Di Indonesia, prinsip ini pada dasarnya tidak diakui, kecuali dalam bentuk terbatas bagi anak hasil perkawinan campuran.
Indonesia menganut asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya, bukan berdasarkan tempat kelahirannya. Dengan asas ini, status kewarganegaraan anak diturunkan melalui garis keturunan. Misalnya, seorang anak yang lahir di luar negeri tetap berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) apabila kedua orang tuanya adalah WNI. Ketentuan ini menegaskan bahwa kewarganegaraan tidak semata-mata ditentukan oleh faktor kelahiran di suatu wilayah negara lain, melainkan oleh hubungan darah dengan orang tua yang memiliki kewarganegaraan tertentu.
Eksistensi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia mengakodomir pemberian kewarganegaraan ganda terbatas kepada anak-anak dari orang tua yang berbeda kewarganegaraan. Lebih lanjut, anak tersebut diberikan hak untuk memegang dua kewarganegaraan hingga mencapai usia 18 tahun atau sudah menikah sebelum usia tersebut. Setelah itu, berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, anak tersebut wajib menyatakan pilihannya untuk menjadi warga negara Indonesia atau warga negara asing.
Namun, bagi anak hasil perkawinan campuran yang memperoleh dwi kewarganegaraan sejak lahir, terdapat batasan hukum yang jelas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia serta peraturan pelaksanaannya, anak tersebut hanya diperkenankan memegang status kewarganegaraan ganda hingga usia 18 tahun atau telah menikah sebelum mencapai usia tersebut. Setelah melewati batas usia tersebut, yang bersangkutan diwajibkan untuk menyatakan pilihannya melalui pernyataan tertulis kepada Pejabat tentang pilihan kewarganegaraannya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia menutup kemungkinan adanya status kewarganegaraan ganda yang bersifat permanen dan menegaskan prinsip kepastian hukum dalam pengaturan status kewarganegaraan.
Kenapa di Indonesia dwi kewarganegaraan tidak boleh?
Dwi kewarganegaraan pada dasarnya tidak diizinkan di Indonesia karena undang-undang yang menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, yang bertujuan untuk melindungi kedaulatan dan kepentingan nasional seperti menghindari potensi spionase, persaingan kepemilikan properti dan lapangan kerja, serta untuk memastikan loyalitas warga negara terhadap Indonesia.
Dampak Negatif dari kepemilikan Dwi Kewarganegaraan:
- Dengan adanya dwi kewarganegaraan dapat disalahgunakan untuk kegiatan seperti spionase, terutama jika salah satu negara tersebut adalah negara yang bersengketa dengan Indonesia
- Dapat menimbulkan persaingan yang lebih besar dalam kepemilikan properti dan lapangan kerja, karena warga negara dengan status ganda mungkin memiliki keuntungan lebih
- Adanya risiko pada penyalahgunaan status kewarganegaraan ganda untuk menghindari pajak di salah satu negara
- Pemilik Dwi kewarganegaraan akan berada dibawah dua yurisdiksi negara yang berbeda sehingga harus tunduk pada hukum dan peraturan kedua negara tersebut
- Pemilik dwi kewarganegaraan yang terlibat dalam politik bisa menimbulkan keraguan atas loyalitasnya, bahkan berpotensi dipengaruhi kepentingan asing.
Salah satu bukti empiris tidak diizinkannya dwi kenegaraan di Indonesia terjadi pada Tahun 2016 ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Archandra Tahar, diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden Jokowi diduga karena Archandra memiliki dua kewarganegaraan yaitu memiliki paspor Amerika Serikat. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membenarkan bahwa Archandra Tahar memiliki dua paspor.
Pada tahun 2012 diketahui Archandra Tahar sudah mengangkat sumpah setia sebagai warga negara Amerika Serikat, yang artinya bahwa Archandra sudah kehilangan status kewarganegaraan Indonesia ketika ia memperoleh status kewarganegaraan dari negara lain atas kemauannya sendiri atau secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006.
Politisi dan pakar hukum Denny Indrayana menyatakan bahwa Archandra harus diberhentikan dari jabatan menteri ESDM jika secara hukum terbukti bahwa telah kehilangan status WNI nya. Hal tersebut diatur Dalam Pasal 22 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 Kementerian Negara yang isinya secara tegas mengatur menteri harus memenuhi persyaratan sebagai warga negara Indonesia.
Written by : Ryan Arya Ramadhany (Legal Intern)